Salah satu satelit CubeSat yang dikembangkan oleh NASA
Halo Saigmuda!
Dalam era modern ini, eksplorasi luar angkasa telah menjadi salah satu fokus utama manusia. Pengembangan teknologi satelit menjadi salah satu hal penting dalam upaya tersebut. Satelit kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, mulai dari komunikasi hingga pemantauan lingkungan. Tahukah kamu bahwa saat ini telah ada satelit dengan ukuran kecil sebesar telapak tangan di antara satelit-satelit besar di angkasa? Satelit tersebut adalah satelit CubeSat, inovasi revolusioner yang membuka pintu baru bagi eksplorasi luar angkasa. Wow, jadi seperti apa, sih, satelit CubeSat itu?
Konsep CubeSat pertama kali diusulkan oleh Profesor Bob Twiggs dari Universitas Stanford dan Profesor Jordi Puig-Suari dari California Polytechnic State University pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, satelit CubeSat pertama bernama “Cubesat 1U” berhasil diluncurkan oleh NASA. Kesuksesan misi pertamanya membuka jalan bagi pengembangan lebih lanjut dan menginspirasi banyak lembaga pendidikan dan organisasi untuk mengembangkan CubeSat sebagai alat eksperimen dan riset.
CubeSat adalah jenis satelit miniatur yang memiliki bentuk kubus dengan ukuran standar sekitar 10x10x10 sentimeter. Meski ukurannya kecil, CubeSat memiliki kemampuan dan fungsi yang tidak kalah dengan satelit konvensional. Selain itu, CubeSat dirancang agar dapat diluncurkan bersamaan dengan satelit lain yang lebih besar. Hal itu dilakukan untuk mengurangi biaya dan meningkatkan aksesibilitas untuk pengembang dan peneliti. Kepraktisan dan biaya produksi yang relatif murah menjadi daya tarik utama dari teknologi ini.
Ukuran satelit CubeSat yang kecil diprogram untuk mengorbit bumi pada Low Earth Orbit (LEO) antara 320-800 km dari atas permukaan bumi. Kira-kira seberapa besar, sih, penggunaan CubeSat dalam misi-misi satelit? Terhitung hingga saat ini ribuan CubeSat telah berhasil diluncurkan ke luar angkasa. Jumlah ini terus meningkat seiring dengan semakin berkembangnya teknologi dan minat dalam eksplorasi luar angkasa. Oleh karenanya, CubeSat menjadi salah satu satelit yang mendominasi orbit LEO. Bisa dibayangkan, ada banyak kotak-kotak kecil yang berlalu lalang menghiasi orbit rendah milik bumi. Udah mirip bintang kecil, ya?
Sayangnya, CubeSat masih memiliki kelemahan, yaitu keterbatasan ruang dan daya energi. Ukurannya yang kecil membatasi jumlah peralatan dan instrumen yang dapat dibawa sehingga beberapa misi kompleks tidak dapat dilakukan dengan menggunakan CubeSat. Umur dari CubeSat juga tidak sepanjang satelit-satelit lainnya. Pendeknya lifetime CubeSat membuat satelit ini harus dirancang secara efektif dan efisien sehingga misinya dapat terpenuhi secara maksimal sebelum menjadi space debris. Masalah lainnya adalah ketika diluncurkan dalam cluster launch (peluncuran beberapa satelit dengan bersamaan), CubeSat harus mengikuti orbit dan waktu peluncuran satelit lain, yang dapat membatasi fleksibilitas dalam menentukan orbit misi. Meski demikian, kira-kira misi apa saja, ya, yang sudah dilaksanakan CubeSat?
CubeSat telah membawa misi dalam berbagai bidang, seperti pemantauan lingkungan, eksperimen teknologi, pengembangan komunikasi, hingga pemantauan planet lain. Salah satu yang terkenal adalah peran CubeSat selama misi InSight (Interior Exploration using Seismic Investigations, Geodesy and Heat Transport) yang dilaksanakan pada 5 Mei 2018 untuk meneliti struktur internal planet Mars secara mendalam. Pada misi tersebut, terdapat dua CubeSat yang diberi nama “MarCO-A” dan “MarCO-B,” yang juga dikenal sebagai “Wall-E” dan “Eva”. Mereka diterbangkan bersama dengan pesawat ruang angkasa InSight ke Mars dan bertindak sebagai relay komunikasi dari InSight ke bumi.
Selain sebagai satelit pembantu pada misi InSight, ada pula varian CubeSat yang dirakit untuk penginderaan jauh, misalnya CubeSat Infrared Atmospheric Sounder atau biasa disebut CIRRAS. Satelit ini dirancang untuk melakukan pengamatan atmosfer Bumi dengan menggunakan teknologi inframerah. CIRRAS dilengkapi dengan instrumen yang dapat mengukur dan memantau komposisi atmosfer, termasuk konsentrasi gas-gas penting seperti karbon dioksida, metana, dan ozon. Selain itu, terdapat juga CubeSat RainCube yang bertujuan untuk memantau siklus air di bumi, CubeSat QB50 yang mengkaji termosfer bumi dan interaksi dengan atmosfer atas, dan QuakeSat yang digunakan untuk memantau dan mendeteksi gempa bumi.
Sebagai mahasiswa KPJ yang juga mengikuti perkembangan teknologi satelit, tentunya bahasan terkait CubeSat menjadi topik yang menarik. Masa depan dan potensi CubeSat memang sangat menjanjikan. Pengembangan teknologi dan inovasi satelit kecil ini diharapkan dapat menghasilkan banyak pencapaian gemilang selanjutnya. Akankah CubeSat dapat menyaingi satelit-satelit ukuran besar di masa mendatang? Bisa jadi instrumen CubeSat dapat setara dengan satelit besar seperti Landsat-9 atau Sentinel-3. Siapa tahu?
Penulis: Bambang Sunartomo
Referensi :
Pagano, T. S. (2017, May). “CubeSat infrared atmospheric sounder (CIRAS) NASA InVEST technology demonstration.” In Infrared Technology and Applications XLIII (Vol. 10177, pp. 126-133). SPIE.
Poghosyan, A., & Golkar, A. (2017). “CubeSat evolution: Analyzing CubeSat capabilities for conducting science missions.” Progress in Aerospace Sciences, 88, 59-83.
Schoolcraft, J., Klesh, A., & Werne, T. (2017). “MarCO: interplanetary mission development on a CubeSat scale.” Space Operations: Contributions from the Global Community, 221-231.
Woellert, K., Ehrenfreund, P., Ricco, A. J., & Hertzfeld, H. (2011). “Cubesats: Cost-effective science and technology platforms for emerging and developing nations.” Advances in space Research, 47(4), 663-684.
NASA. (2021, Maret 10). NASA Opens New CubeSat Opportunities for Low-Cost Space Exploration. https://www.nasa.gov/press-release/nasa-opens-new-cubesat-opportunities-for-low-cost-space-exploration. Diakses pada 26 Juli 2023 pukul 14.40.